Di Balik Persiapan Konser Maestro Piano

Ananda Sukarlan

(Jawa Pos Online, Senin, 17 Des. 2007)

Kehilangan Kekasih, Orang Spanyol Minta Lagu Cinta

Warga Jakarta akan mendapatkan kado istimewa di penghujung 2007 ini. Sang maestro Ananda Sukarlan akan melakukan konser piano terakbar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Tak sekadar konser, Ananda juga akan menebar benih-benih cinta di arena pertunjukan.

Alunan suara piano terdengar lembut dari luar gedung Financial Club, Graha Niaga Sudirman, Jakarta, akhir pekan lalu. Yang terdengar bukanlah dentingan musik biasa. Musik yang terdengar sangat khas gaya Ananda Sukarlan. Irama pianonya berhasil menyatukan jiwa sebuah puisi ke dalam alunan musik piano.

Bagi yang mendengar irama khas Ananda, tentu akan terasa berbeda. Maklum, meski lahir dan dibesarkan di Jakarta, pria kelahiran 10 Juni 1968 itu memilih berkarir di Eropa. Tempat tinggalnya sendiri di Spanyol. Tak heran, kelincahan jemarinya dalam memencet tuts-tuts piano sudah sangat lihai. Yang unik, oleh kalangan musikus Eropa, Ananda bukanlah musisi Indonesia, melainkan musisi Spanyol. "Saya rindu Indonesia. Saya ingin memberikan yang terbaik," katanya.

Ananda bercerita, ini kali ketiga dirinya menggelar konser besar di Jakarta. Perbedaan konser tahun ini dengan tahun sebelumnya antara lain lebih banyak melibatkan seniman besar Indonesia. Semua penyanyinya juga menggunakan bahasa Indonesia dan melibatkan penari serta koreografer. Tahun lalu, Ananda lebih banyak mengambil karya Mozart, Beethoven, dan sebagainya. Tahun ini dia banyak menggunakan karya sendiri hasil transformasi karya puisi Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo, Goenawan Mohamad, dan komposer Amir Pasaribu.

"Saya putuskan banyak memakai puisi Sapardi Djoko Damono dan Joko Pinurbo setelah mendapatkan referensi dari Chendra bahwa Indonesia banyak memiliki seniman besar yang karyanya tak kalah bagusnya dengan Mozart," tutur Ananda. Chendra merupakan koreografer yang bakal membantu Ananda dalam konsernya.

Ars Amatoria, lanjut Ananda berarti cinta. "Cinta kepada siapa saja, sesama, orang tua, kekasih, atau teman. Bisa dideskripsikan oleh masing-masing individu yang mendengarnya," katanya. Rencananya, Ananda bakal membawakan 15 lagu dan dibuka oleh penari di lagu pertama. Ars Amatoria sendiri dimainkan hanya dalam waktu 40 menit, sisanya karyanya yang lain. "Yang jelas Ananda bakal bermain 1,5 jam nonstop," kata Chendra yang juga merupakan manajer Ananda tiap kali menggelar konser di Indonesia.

Bagaimana suka duka persiapannya? Ananda hanya tersenyum ketika ditanya demikian. "Tak butuh waktu lama, ini konser tiap tahun," katanya. Dia juga mengaku tidak ada kesulitan dalam mentransformasikan puisi ke dalam partitur. "Puisi itu kan bukan prosa dan musik tak hanya not balok tetapi kita rasakan apa yang terjadi diantara not-not tersebut," jelas Ananda.

Memang, agak sulit mendiskripsikan penjelasan Ananda tetapi pendengar akan paham maksudnya jika mendengar langsung lantunan permainannya. "Saya mengambil pesan yang tertuang dalam puisi, saya terjemahkan dalam melodi, dan tentu saja menghasilkan interpretasi yang berbeda-beda," tuturnya.

Persiapan total dimulai sejak Febuari sampai di penghujung tahun. Tetapi untuk lagu, Ananda hanya butuh waktu dua bulan saja. Salah satu karya yang amat menyentuh hatinya berjudul Dalam Sakit. Pria beranak satu itu mengaku menciptakan lagu itu atas permintaan orang di Spanyol yang ingin mempersembahkan lagu untuk peringatan kepergian sang kekasih karena HIV/ AIDS. "Saya tidak pegang copyright- nya (hak cipta) sudah saya serahkan ke Yayasan HIV/ AIDS di sana, jadi saya tak lagi menerima honor," jelasnya kemudian tersenyum.

Nantinya, lagu Dalam Sakit dimainkan Ananda dua kali (16 Desember pada Charity Concert dan kedua di Jakarta New Year’s Concert 2008-Ars Amatoria). Bersamaan dengan konser terbesar di penghujung 2007 itu atau sebagai konser pembuka 2008, Ananda juga meluncurkan buku partitur berjudul "Tembang Puitik Ananda Sukarlan". Isinya merupakan partitur 25 lagu transformasi puisi-puisi karya Joko Pinurbo, Sapardi Djoko Damono, dan Goenawan Mohamad.*

(NOVITA AMELILAWATY)