Puisi untuk Pembebasan

(Kompas, Senin, 26 Juni 2006)

Jakarta, Kompas - Menulis puisi berarti melepas sumbatan yang ada dalam diri kita. Dengan menulis puisi kita akan mendapatkan pembebasan. Karena itu, menulis puisi memerlukan kepekaan jiwa untuk mengekspresikan berbagai hal.

"Menulis puisi itu sebenarnya gampang. Kita santai saja dan rileks," kata penyair Joko Pinurbo saat berbicara di acara "Kebun Kata" yang digelar komunitas puisi cyber Bunga Matahari di Jakarta, Sabtu (24/6).

Selain belajar dari Joko, komunitas juga belajar dari cerpenis Joni Ariadinata yang dulunya adalah seorang tukang becak, namun kini menjadi cerpenis yang telah menjelajah Jerman dan Belanda karena karya-karyanya.

Acara "Kebun Kata" merupakan acara bulanan komunitas tersebut sebagai ajang saling mengenal dan belajar karena selama ini mereka hanya berkomunikasi melalui milis di dunia maya.

Orang pada umumnya menganggap bahwa membuat puisi itu sesuatu yang berat dan menakutkan. Padahal, puisi sebenarnya adalah bentuk sastra yang menyenangkan.
Bagi Joko Pinurbo, menulis puisi adalah ’perayaan’. Perayaan di tengah keseharian hidup. Menurutnya, bekerja, mencari nafkah sehari-hari di kantor adalah sebuah ’kemestian’, namun menciptakan sesuatu dengan kreativitas baginya adalah ’perayaan’.

Melalui puisi kita bisa mengeksplorasi sebuah obyek menjadi banyak kemungkinan ungkapan. "Kata ranjang bisa saya eksplor sebagai suatu imaji yang sangat berwatak perempuan. Seperti ibu misalnya. Ranjang itulah yang menampung kita, sangat keibuan. Ada sekitar 20 puisi ranjang yang saya ciptakan," kata Joko.

Di sini kepekaan puitik diperlukan untuk mengekspresikan berbagai hal. Menangis, misalnya, dipandang Joko sebagai suatu ’perayaan’, meratapi ’kebodohan’ yang kita lakukan. "Dengan berpuisi kita melepas sumbatan dan mendapatkan pembebasan," katanya. Menurutnya, yang terpenting dalam menulis puisi adalah menciptakan sesuatu yang sederhana namun menyentuh. (LOK)