eric sasono
apakah kedua hal ini patut dipertentangkan? soal ini mencuat sesudah review saya terhadap film 6:30 saya publish di multiply. saya juga sedang menunggunya di layar perak dan mungkin akan menuai soal sama. review saya dianggap terlalu serius (paling tidak oleh vero) untuk materi yang biasa-biasa saja. jadilah diskusi panjang soal film ini terjadi di mutiply ini. (http://ericsasono.multiply.com/reviews/item/26http://ericsasono.multiply.com/reviews/item/26)
perkembangan diskusi menggelitik saya untuk akhirnya menulis soal dengan topik ini. terutama setelah membaca blog vero (http://pravdavero.multiply.com/journal/item/147http://pravdavero.multiply.com/journal/item/147) dan alia (http://aliaswastika.multiply.com/journal/item/48http://aliaswastika.multiply.com/journal/item/48). ada apa antara medium dengan substansi yang ingin disampaikan? apakah keduanya patut dipertentangkan?
saya percaya bahwa keduanya sama penting dan saling berinteraksi dalam karya. sebuah karya tanpa substansi adalah omong kosong belaka. begitu juga ketika sebuah pesan yang sangat kuat disampaikan dengan cara komunikasi yang buruk akan menghasilkan kegagapan luar biasa. sama saja. jika begitu, soalnya adalah:
(a) buat saya sangat penting seorang kreator punya substansi yang ingin dia katakan, apapun substansi itu. bahkan ketika substansi tersebut terasa tidak penting dan sangat tipis kaitannya dengan soal-soal besar semisal (katakanlah) kemanusiaan, filsafat, agama dan sebagainya, tak masalah. yang penting adalah: sang kreator percaya pada apa yang dikatakannya, sekalipun yang ingin dikatakan itu adalah keraguan. lihatlah goenawan mohamad untuk yang terakhir ini.
(b) kreator harus menguasai medium yang ia gunakan untuk menyampaikan substansi yang ingin ia sampaikan. jelas sekali. bahkan bagi saya, seorang kreator yang baik adalah apabila ia mampu mengeksplorasi medium itu sehingga menemukan sebuah cara tutur yang khas yang tak dimiliki oleh medium lain. misalnya lihat scott mcloud dalam membuat understanding comic. buat saya buku ini adalah sebuah masterpiece.
(c) terkadang substansi terkandung di dalam eksplorasi terhadap medium. subversi terhadap medium bisa jadi sebuah subtansi tersendiri. tentu saja. namun karya semacam ini adalah karya yang bersifat elitis yang terkadang hanya bisa diakses oleh para kreator lain, kritikus ataupun kurator. karya jenis ini adalah karya akademis atau pun personal statement yang harus dilihat dalam posisinya di situ. saya teringat light-poem nya teman saya, faozan rizal.
(d) referensi punya nilai penting dalam substansi maupun medium. dalam poin (c) di atas, tak mungkin karya jenis demikian lahir tanpa adanya referensi yang kuat terhadap medium. ketika karya itu mencoba subversi terhadap medium, sang kreator harus tahu bahwa eksplorasi semacam itu memang baru. jika tidak, maka itu bukan subversi. ketika joko pinurbo membuat puisi tentang celana, ia membuat tabulasi kata dan ungkapan yang digunakan oleh para penyair indonesia dan menemukan bahwa kata "celana" nyaris tak pernah digunakan. maka ia mengeksplorasi celana. jadilah puisi yang menurut saya berhasil menembus dominasi besar rendra, sutardji, sapardi, goenawan.
(e) tadi referensi medium. sedangkan referensi substansi sangat perlu ketika seorang kreator menyampaikan pesannya. sumber referensi substansi menurut saya bisa dari mana saja. bisa berasal dari sebuah riset mendalam dan super serius atau pengamatan terhadap lingkungan sosial atau misalnya renungan pribadi atau percakapan di ranjang dengan pasangan. namun yang terpenting dalam soal referensi adalah ketika karya tersebut dilempar ke publik dan publik mengkonsumsinya. di sinilah pengarang mati, karena publik bisa mengkonsumsi karya itu dengan referensinya sendiri. maka tak heran sebuah karya bisa jauh melampaui apa yang diniatkan oleh kreatornya.
sudah dulu sampai sini.
Sumber: www.ericsasono.multiply.com